AKU tanpa kamu bukan KAMU tanpa aku


Sore itu , saat mentari hampir memasuki tempat peristirahatannya, terlihat sesosok anak laki-laki berdiri lemas di sudut sebuah taman kota. Diraut wajah anak laki-laki ini jelas terlihat rona kesedihan yang mendalam, tatapan matanya sayu seperti orang yang telah menguhujani dirinya dengan air mata berhari-hari, bibirnya pucat sepucat kertas. Di genggamannya terselip secarik foto gadis manis nan mempesona. Mata anak laki-laki itu menatap lekat pada wajah sang gadis itu, matanya pun berkaca-kaca ingin sekali hujan air mata itu turun lagi.

Taukah kalian siapa anak laki-laki itu ? Dia Adly Angga Nugroho . Anak laki-laki yang sering di panggil Adly ini adalah seorang kapten tim basket SMA Pelita Jaya. Seorang kapten yang sangat terkenal di sekolahnya dan sekolah lain tak asing lagi dengan sosoknya. Dan gadis manis itu adalah Nadien Reynata Putri. Gadis termanis di sekolahnya, dan dialah gadis yang sangat Adly sayangi.

Tak terasa, matahari telah memasuki peraduannya. Hari pun telah beranjak gelap. Adly mulai beranjak dari tempat duduknya tadi setelah sekian lama terdiam terpaku tanpa suara. Dia berjalan menunduk dan mencoba terlihat tegar, meski aku tau dia rapuh. Langkah kakinya pun menjadi semakin cepat, kian lama kian cepat agar dia segera sampai di rumahnya, agar tidak ada orang yang mengetahui bahwa dia sedang menangis. Sesampainya di rumah, Adly segera masuk kamar dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Tak terasa setelah ia rebahkan tubuhnya ditempat tidurnya, air mata pun kembali mengalir menganak sungai di pipinya, sembari memandangi secarik foto yang tak bosan ia genggam. Foto gadis manis yang bernama Nadien Reynata Putri ini adalah foto gadis yang sangat sangat Adly sayangi. Reynata adalah semangat tersendiri baginya. Dan sekarang Reynata telah pergi jauh dan mungkin tidak akan kembali. Penyakit leukimia telah membawanya pergi pulang kepangkuan Tuhan.

****
Tak terasa mentari telah kembali muncul dari persembunyiaannya. Terlihat seorang anak laki-laki berjalan menunduk, seperti tak bersemangat untuk melanjutkan hidup.
Pagi itu, di SMA Pelita Jaya diadakan upacara hari senin seperti biasa. Tepat seminggu setelah kepergian Reynata. Memori yang benar-benar lekat terekam jelas di otak Adly. Dan memori itu kembali terputar.
Hari itu, senin 10 januari 2011. Saat upacara bendera, Raynata jatuh pingsan. Dan dia pun langsung dibawa ke ruang UKS. Dan Reynata pun segera mendapatkan perawatan pertama oleh para PMR SMA Pelita Jaya.
Sepuluh menit sudah Reynata terbaring tak sadar kan diri. Adly yang sejak tadi mendampinginya dan rela tidak mengikuti pelajaran pertama demi Reynata pun meminra agar Reynata dibawa ke rumah sakit. Pihak sekolah pun menyetujuinya, karena memang takut akan kondisi fisik Reynata yang sejak setengah jam yang lalu tidak sadarkan diri.
Dengan menggunakan mobil pribadi salah seorang guru SMA Pelita Jaya. Adly dan dua orang guru lainnya membawa Reynata ke Rumah Sakit Harapan Indah. Seorang guru yang duduk dibelakang roda kemudi terlihat begitu panik karena jalanan yang macet karena saat itu adalah jam berangkat kerja. Kepanikanpun terlihat jelas di raut muka Adly dan ibu guru yang sejak tadi mendampingi Reynata.
Lima belas menit kemudian, mobil yang di kemudikan oleh Pak Nur memasuki gerbang Rumah Sakit Harapan Indah. Dengan secepat kilat beliau pun memberhentikan mobilnya tepat di depan UGD rumah sakit tersebut. Dengan segera dua orang berpakaian putih bersih keluar dari balik sebuah pintu membawa sebuah temapt tidur dorong , dan menghampiri rombongan Reynata. Petugas itu dengan cekatan menaikan Reynata ke atas tempat tidur dorong yang tadi dibawanya, dan dalam hitungan detik Reynata bersama Bu Umi dan seorang petugas sudah menghilang di balik pintu UGD. Adly yang berusaha menyusul masuk dan ingin mendampingi Reynata pun segera di cegah oleh petugas yang masih terjaga di luar, dan memberi tahu kan bahwa hanya satu orang yang dapat menemani pasien didalam. Adly pun menurut apa nasihat petugas itu. Petugas itupun segera menyusul masuk dan ikut memberikan pertolongan kepada Reynata.
Adly dan Pak Nur yang sejak tadi menunggu di luar memasang muka penuh kecemasan dan kepanikan. Setelah setengah jam lebih Bu Umi dan para tim medis yang berada di dalam ruangan pun keluar dengan muka sedikit lesu jelas terlihat di rona muka mereka. Salah seorang dokter pun mempersilahkan Pak Nur dan Adly masuk. Adly pun segera berlari menghampiri sang Reynata yang terbaring tak berdaya dan banyak selang-selang yang terpasang di tubuhnya.

“ pak bisa bicara sebentar ? “, kata Bu Umi pada Pak Nur. Mereka berdua pun berjalan menjauh dari tempat tidur Reynata , dan membiarkan Adly berada disamping Reynata.
“ bagaimana bu ? sebenarnya apa yang terjadi pada Reynata? “ tanya Pak Nur penuh kecemasan.
“ ternyata pak, nata itu menderita kangker darah yang sudah cukup parah, sehingga dia harus dirawat beberapa hari disini untuk di teliti apakah sel kangker sudah menyebar atau belum. Jadi lebih baik kita hubungi pihak keluarga dan sekolah pak .“ kata Bu Umi
“ baiklah bu, saya akan menghubungi pihak orang tua dahulu .” kata Pak Nur seraya menekan nomor yang segera terhubung dengan nomor ponsel ayah Reynata.
Percakapan singkat pun terjadi. Dan setelah setengah jam Pak Nur dan Bu Umi menelpon keluarga Reynata, ayah Reynata pun tiba di rumahsakit. Bu Umi segera menjelaskan apa yang terjadi pada Reynata pagi ini. Ayah Reynata pun terlihat shock mendengar penuturan Bu Umi yang mengatakan bahwa anaknya mengidap penyakit kangker darah. Beliau tidak menyangka bahwa putri sulungnya itu mengidap penyakit ganas seperti itu. Dan yang lebih membuatnya sedih adalah Reynata tidak pernah menyeritakan penyakitnya itu, padanya dan pada bundanya sekalipun.
Adly yang dari tadi duduk termenung melihat gadis pujaannya itu terbaring tak berdaya pun serasa enggan untuk meninggalkannya sendiri disana. Tapi bagaimanapun dia harus pulang dan menganti pakaian sragamnya. Dengan raut muka penuh kesedihan dia bangkit dan berpamitan dengan kedua orangtua Reynata. Dia berjalan pulang seorang diri karena memang Bu Umi dan Pak Nur telah kembali kesekolahan untuk mengajar, sedangkan Adly tinggal dirumah sakit. Adly berjalan menyusuri jalanan kota metropolitan dengan muka tertunduk dan lemas seperti tak ada lagi energi yang tersisa di tubuhnya.
Tak terasa Adly sudah berada di depan teras rumahnya, dia pun segera masuk dan berganti pakaian. Tanpa aba-aba sedikitpun dia langsung berlari ke garasi rumahnya lalu menghidupkan motornya, dan melesat menuju rumah sakit. Dia benar-benar tak ingin meninggalkan gadis manisnya itu terbaring sendirian tanpa dia disisinya.

****
Lima hari kemudian. Kondisi Reynata tidak kunjung membaik, malah semakin memburuk. Karena sel-sel kangker yang ada di tubuhnya sudah menyebar luas hampir di sekujur tubuh Reynata, dan sudah terlambat untuk menyembuhkannya dan sudah tidak mungkin lagi untuk di lakukan kemoterapi, karena kesadaran Reynata yang terus menurun.
Akhirnya pagi menyedihkan itu pun tiba. Pagi yang benar-benar tidak pernah ditunggu oleh semua orang. Dan pastinya semua orang yang menyayangi Reynata. Tepat ketika mentari mulai keluar dari peraduannya, tepat ketika burung-burung mulai bersenandung merdu. Dan seketika itulah tangisan kehilangan terpecah hebat dari kamar ICU . tempat dimana Reynata di rawat. Dan disana sudah berdiri beberaba tim medis dan semua keluarga Reynata, tak luput juga Adly. Dokter mwmang sengaja mengumpulkan mereka tengah malam tadi. Karena kondisi Reynata semakin parah dan tingkat kesadarannya hampir hilang . Dan kini kesadarannya telah benar-benar hilang. Ya, Reynata telah pergi, pergii jauh meninggalkan kita. Dia telah tenang disana.
Dan siang itu jenazah Reynata segera di bawa pulang untuk di makamkan. Semua sahabatnya telah berkumpul di rumah duka. Tangis kehilangan dari para sahabat dan keluarga jelas terdengar di sudut-sudut rumah.
Kepergian Reynata sungguh sangat cepat, sungguh sangat mengagetkan. Dan tanpa perintah seorang anak gadis berusia sekitar 12 tahunan muncul dari balik pintu kamarnya. Dia adik Reynata. Di tangannya tergenggam dua buah surat yang ditujukan kepada Adly dan kedua orangtuanya.
Dan saat Adly membaca isi surat tersebut, tangisnya pun kembali pecah. Surat itu berisikan :

Dear Adly ,
Maafkan aku ai, aku tidak pernah menceritakan semua rahasia ini padamu. Maafkan aku yang enggak bisa benar-benar terbuka padamu. Kamu tau sayang ? aku lakukan ini karna aku tak ingin melihatmu menangis, dan mengganggu mu disaat pertandingan seperti ini. Ingat sayang, sekarang impianmu untuk menjadi seorang pemain basket nasional, dan mungkin internasional ada di depan mata. Aku benar-benar gak mau ganggu konsentrasi kamu. Tapi mungkin cara ku salah. Cara yang aku lakukan ini mungkin malah mengganggu konsentrasimu, sekali lagi maafkan aku ai.
Dan sekarang berjuanglah , meski tanpa aku. Berjuanglah meraih impianmu demi aku. Aku akan selalu mendampingi mu setiap saat sayang. Dan berjanjilah untuk tidak menangis saat aku pergi meninggalkanmu.
Selamat tinggal Adly Angga Nugroho. Aku akan selalu di sisimu bersamamu selamanya –aishiteru liebe-
Reynata

Dan setelah membacanya Adly pun segera duduk termenung memandangi Reynata yang sudah tidak berdaya itu. Rasa rindu akan senyumannya pun seakan muncul dan tidak akan pernah bertemu dengan obatnya.
Sekarang adik Reynata memberikan sepucuk surat lagi kepada orang tuanya. Dan ketika surat itu di bacakan tangisan shock bundanyapun pecah menggema di rumah itu.

Untuk ayah dan bunda nata tercinta.
Ayah , bunda maaf kan nata yang tidak mau terbuka dengan ayah ataupun bunda, nata lakukan itu karna, nata tau bahwa ayah atau bunda pasti sedih kalau tau nata sakit. Jadi, nata tidak mau melihat ayah dan bunda sedih. Nata tau , cara nata salah. Nata mohon maaf sekali lagi pada ayah dan bunda. Mungkin saat ayah dan bunda baca surat ini nata sudah tidak ada di sisi ayah dan bunda lagi. Dan satu hal yang nata inginkan, ayah bunda jangan sedih kalau nata sudah pergi. Masih ada rena yang gantiin nata di sana.
Nata pergi bunda , maaf kan nata. Nata pergi ayah , tolong jaga bunda dan rena demi nata.
Salam ,
Reynata

Dan hari pun beranjak siang, Reynata segera di bawa ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Sore itu, seminggu setelah kepergiaan Reynata pergi. Adly kembali terduduk melamun di sudut taman rumahnya. Kali ini tidak hanya foto Reynata yang dia genggam, namun sebuah gitar akustik juga menemaninya. Tak lama langit yang tadinya mendung seketika berubah menjadi rinai air yang jatuh keatas bumi tak tertahankan saat lantunan reff sebuah lagu dari “The Rain – Terlalu Indah” menggema bersama petikan gitar akustik yang ada di genggaman Adly.

" selamat jalan kekasih manis yang berujung perih, kisah yangg sungguh terlalu indah
kini semua berakhir sudah. selamat jalan kekasih walau teramat sangat perih,namun aku pasti coba untuk jalani ini semua"

Dan saat itulah sebait lagu yang sempat Adly nyanyikan sebelum sebuah buku yang bersampulkan “Nadien Reynata Putri, dan Karna Aku tanpa Kamu, bukan Kamu tanpa aku” yang terjatuh karena tubuh Adly yang tak kuasa menahan rasa kehilangan dan kesedihannya.

AKU tanpa kamu bukan KAMU tanpa aku

| |

Sore itu , saat mentari hampir memasuki tempat peristirahatannya, terlihat sesosok anak laki-laki berdiri lemas di sudut sebuah taman kota. Diraut wajah anak laki-laki ini jelas terlihat rona kesedihan yang mendalam, tatapan matanya sayu seperti orang yang telah menguhujani dirinya dengan air mata berhari-hari, bibirnya pucat sepucat kertas. Di genggamannya terselip secarik foto gadis manis nan mempesona. Mata anak laki-laki itu menatap lekat pada wajah sang gadis itu, matanya pun berkaca-kaca ingin sekali hujan air mata itu turun lagi.

Taukah kalian siapa anak laki-laki itu ? Dia Adly Angga Nugroho . Anak laki-laki yang sering di panggil Adly ini adalah seorang kapten tim basket SMA Pelita Jaya. Seorang kapten yang sangat terkenal di sekolahnya dan sekolah lain tak asing lagi dengan sosoknya. Dan gadis manis itu adalah Nadien Reynata Putri. Gadis termanis di sekolahnya, dan dialah gadis yang sangat Adly sayangi.

Tak terasa, matahari telah memasuki peraduannya. Hari pun telah beranjak gelap. Adly mulai beranjak dari tempat duduknya tadi setelah sekian lama terdiam terpaku tanpa suara. Dia berjalan menunduk dan mencoba terlihat tegar, meski aku tau dia rapuh. Langkah kakinya pun menjadi semakin cepat, kian lama kian cepat agar dia segera sampai di rumahnya, agar tidak ada orang yang mengetahui bahwa dia sedang menangis. Sesampainya di rumah, Adly segera masuk kamar dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Tak terasa setelah ia rebahkan tubuhnya ditempat tidurnya, air mata pun kembali mengalir menganak sungai di pipinya, sembari memandangi secarik foto yang tak bosan ia genggam. Foto gadis manis yang bernama Nadien Reynata Putri ini adalah foto gadis yang sangat sangat Adly sayangi. Reynata adalah semangat tersendiri baginya. Dan sekarang Reynata telah pergi jauh dan mungkin tidak akan kembali. Penyakit leukimia telah membawanya pergi pulang kepangkuan Tuhan.

****
Tak terasa mentari telah kembali muncul dari persembunyiaannya. Terlihat seorang anak laki-laki berjalan menunduk, seperti tak bersemangat untuk melanjutkan hidup.
Pagi itu, di SMA Pelita Jaya diadakan upacara hari senin seperti biasa. Tepat seminggu setelah kepergian Reynata. Memori yang benar-benar lekat terekam jelas di otak Adly. Dan memori itu kembali terputar.
Hari itu, senin 10 januari 2011. Saat upacara bendera, Raynata jatuh pingsan. Dan dia pun langsung dibawa ke ruang UKS. Dan Reynata pun segera mendapatkan perawatan pertama oleh para PMR SMA Pelita Jaya.
Sepuluh menit sudah Reynata terbaring tak sadar kan diri. Adly yang sejak tadi mendampinginya dan rela tidak mengikuti pelajaran pertama demi Reynata pun meminra agar Reynata dibawa ke rumah sakit. Pihak sekolah pun menyetujuinya, karena memang takut akan kondisi fisik Reynata yang sejak setengah jam yang lalu tidak sadarkan diri.
Dengan menggunakan mobil pribadi salah seorang guru SMA Pelita Jaya. Adly dan dua orang guru lainnya membawa Reynata ke Rumah Sakit Harapan Indah. Seorang guru yang duduk dibelakang roda kemudi terlihat begitu panik karena jalanan yang macet karena saat itu adalah jam berangkat kerja. Kepanikanpun terlihat jelas di raut muka Adly dan ibu guru yang sejak tadi mendampingi Reynata.
Lima belas menit kemudian, mobil yang di kemudikan oleh Pak Nur memasuki gerbang Rumah Sakit Harapan Indah. Dengan secepat kilat beliau pun memberhentikan mobilnya tepat di depan UGD rumah sakit tersebut. Dengan segera dua orang berpakaian putih bersih keluar dari balik sebuah pintu membawa sebuah temapt tidur dorong , dan menghampiri rombongan Reynata. Petugas itu dengan cekatan menaikan Reynata ke atas tempat tidur dorong yang tadi dibawanya, dan dalam hitungan detik Reynata bersama Bu Umi dan seorang petugas sudah menghilang di balik pintu UGD. Adly yang berusaha menyusul masuk dan ingin mendampingi Reynata pun segera di cegah oleh petugas yang masih terjaga di luar, dan memberi tahu kan bahwa hanya satu orang yang dapat menemani pasien didalam. Adly pun menurut apa nasihat petugas itu. Petugas itupun segera menyusul masuk dan ikut memberikan pertolongan kepada Reynata.
Adly dan Pak Nur yang sejak tadi menunggu di luar memasang muka penuh kecemasan dan kepanikan. Setelah setengah jam lebih Bu Umi dan para tim medis yang berada di dalam ruangan pun keluar dengan muka sedikit lesu jelas terlihat di rona muka mereka. Salah seorang dokter pun mempersilahkan Pak Nur dan Adly masuk. Adly pun segera berlari menghampiri sang Reynata yang terbaring tak berdaya dan banyak selang-selang yang terpasang di tubuhnya.

“ pak bisa bicara sebentar ? “, kata Bu Umi pada Pak Nur. Mereka berdua pun berjalan menjauh dari tempat tidur Reynata , dan membiarkan Adly berada disamping Reynata.
“ bagaimana bu ? sebenarnya apa yang terjadi pada Reynata? “ tanya Pak Nur penuh kecemasan.
“ ternyata pak, nata itu menderita kangker darah yang sudah cukup parah, sehingga dia harus dirawat beberapa hari disini untuk di teliti apakah sel kangker sudah menyebar atau belum. Jadi lebih baik kita hubungi pihak keluarga dan sekolah pak .“ kata Bu Umi
“ baiklah bu, saya akan menghubungi pihak orang tua dahulu .” kata Pak Nur seraya menekan nomor yang segera terhubung dengan nomor ponsel ayah Reynata.
Percakapan singkat pun terjadi. Dan setelah setengah jam Pak Nur dan Bu Umi menelpon keluarga Reynata, ayah Reynata pun tiba di rumahsakit. Bu Umi segera menjelaskan apa yang terjadi pada Reynata pagi ini. Ayah Reynata pun terlihat shock mendengar penuturan Bu Umi yang mengatakan bahwa anaknya mengidap penyakit kangker darah. Beliau tidak menyangka bahwa putri sulungnya itu mengidap penyakit ganas seperti itu. Dan yang lebih membuatnya sedih adalah Reynata tidak pernah menyeritakan penyakitnya itu, padanya dan pada bundanya sekalipun.
Adly yang dari tadi duduk termenung melihat gadis pujaannya itu terbaring tak berdaya pun serasa enggan untuk meninggalkannya sendiri disana. Tapi bagaimanapun dia harus pulang dan menganti pakaian sragamnya. Dengan raut muka penuh kesedihan dia bangkit dan berpamitan dengan kedua orangtua Reynata. Dia berjalan pulang seorang diri karena memang Bu Umi dan Pak Nur telah kembali kesekolahan untuk mengajar, sedangkan Adly tinggal dirumah sakit. Adly berjalan menyusuri jalanan kota metropolitan dengan muka tertunduk dan lemas seperti tak ada lagi energi yang tersisa di tubuhnya.
Tak terasa Adly sudah berada di depan teras rumahnya, dia pun segera masuk dan berganti pakaian. Tanpa aba-aba sedikitpun dia langsung berlari ke garasi rumahnya lalu menghidupkan motornya, dan melesat menuju rumah sakit. Dia benar-benar tak ingin meninggalkan gadis manisnya itu terbaring sendirian tanpa dia disisinya.

****
Lima hari kemudian. Kondisi Reynata tidak kunjung membaik, malah semakin memburuk. Karena sel-sel kangker yang ada di tubuhnya sudah menyebar luas hampir di sekujur tubuh Reynata, dan sudah terlambat untuk menyembuhkannya dan sudah tidak mungkin lagi untuk di lakukan kemoterapi, karena kesadaran Reynata yang terus menurun.
Akhirnya pagi menyedihkan itu pun tiba. Pagi yang benar-benar tidak pernah ditunggu oleh semua orang. Dan pastinya semua orang yang menyayangi Reynata. Tepat ketika mentari mulai keluar dari peraduannya, tepat ketika burung-burung mulai bersenandung merdu. Dan seketika itulah tangisan kehilangan terpecah hebat dari kamar ICU . tempat dimana Reynata di rawat. Dan disana sudah berdiri beberaba tim medis dan semua keluarga Reynata, tak luput juga Adly. Dokter mwmang sengaja mengumpulkan mereka tengah malam tadi. Karena kondisi Reynata semakin parah dan tingkat kesadarannya hampir hilang . Dan kini kesadarannya telah benar-benar hilang. Ya, Reynata telah pergi, pergii jauh meninggalkan kita. Dia telah tenang disana.
Dan siang itu jenazah Reynata segera di bawa pulang untuk di makamkan. Semua sahabatnya telah berkumpul di rumah duka. Tangis kehilangan dari para sahabat dan keluarga jelas terdengar di sudut-sudut rumah.
Kepergian Reynata sungguh sangat cepat, sungguh sangat mengagetkan. Dan tanpa perintah seorang anak gadis berusia sekitar 12 tahunan muncul dari balik pintu kamarnya. Dia adik Reynata. Di tangannya tergenggam dua buah surat yang ditujukan kepada Adly dan kedua orangtuanya.
Dan saat Adly membaca isi surat tersebut, tangisnya pun kembali pecah. Surat itu berisikan :

Dear Adly ,
Maafkan aku ai, aku tidak pernah menceritakan semua rahasia ini padamu. Maafkan aku yang enggak bisa benar-benar terbuka padamu. Kamu tau sayang ? aku lakukan ini karna aku tak ingin melihatmu menangis, dan mengganggu mu disaat pertandingan seperti ini. Ingat sayang, sekarang impianmu untuk menjadi seorang pemain basket nasional, dan mungkin internasional ada di depan mata. Aku benar-benar gak mau ganggu konsentrasi kamu. Tapi mungkin cara ku salah. Cara yang aku lakukan ini mungkin malah mengganggu konsentrasimu, sekali lagi maafkan aku ai.
Dan sekarang berjuanglah , meski tanpa aku. Berjuanglah meraih impianmu demi aku. Aku akan selalu mendampingi mu setiap saat sayang. Dan berjanjilah untuk tidak menangis saat aku pergi meninggalkanmu.
Selamat tinggal Adly Angga Nugroho. Aku akan selalu di sisimu bersamamu selamanya –aishiteru liebe-
Reynata

Dan setelah membacanya Adly pun segera duduk termenung memandangi Reynata yang sudah tidak berdaya itu. Rasa rindu akan senyumannya pun seakan muncul dan tidak akan pernah bertemu dengan obatnya.
Sekarang adik Reynata memberikan sepucuk surat lagi kepada orang tuanya. Dan ketika surat itu di bacakan tangisan shock bundanyapun pecah menggema di rumah itu.

Untuk ayah dan bunda nata tercinta.
Ayah , bunda maaf kan nata yang tidak mau terbuka dengan ayah ataupun bunda, nata lakukan itu karna, nata tau bahwa ayah atau bunda pasti sedih kalau tau nata sakit. Jadi, nata tidak mau melihat ayah dan bunda sedih. Nata tau , cara nata salah. Nata mohon maaf sekali lagi pada ayah dan bunda. Mungkin saat ayah dan bunda baca surat ini nata sudah tidak ada di sisi ayah dan bunda lagi. Dan satu hal yang nata inginkan, ayah bunda jangan sedih kalau nata sudah pergi. Masih ada rena yang gantiin nata di sana.
Nata pergi bunda , maaf kan nata. Nata pergi ayah , tolong jaga bunda dan rena demi nata.
Salam ,
Reynata

Dan hari pun beranjak siang, Reynata segera di bawa ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Sore itu, seminggu setelah kepergiaan Reynata pergi. Adly kembali terduduk melamun di sudut taman rumahnya. Kali ini tidak hanya foto Reynata yang dia genggam, namun sebuah gitar akustik juga menemaninya. Tak lama langit yang tadinya mendung seketika berubah menjadi rinai air yang jatuh keatas bumi tak tertahankan saat lantunan reff sebuah lagu dari “The Rain – Terlalu Indah” menggema bersama petikan gitar akustik yang ada di genggaman Adly.

" selamat jalan kekasih manis yang berujung perih, kisah yangg sungguh terlalu indah
kini semua berakhir sudah. selamat jalan kekasih walau teramat sangat perih,namun aku pasti coba untuk jalani ini semua"

Dan saat itulah sebait lagu yang sempat Adly nyanyikan sebelum sebuah buku yang bersampulkan “Nadien Reynata Putri, dan Karna Aku tanpa Kamu, bukan Kamu tanpa aku” yang terjatuh karena tubuh Adly yang tak kuasa menahan rasa kehilangan dan kesedihannya.

Powered by Blogger.